Minggu, 06 Oktober 2013

 Konjungtiva
 Anatomi
       Secara anatomis konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera menjadi konjungtiva bulbaris. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbital di forniks dan melipat berkali-kali. Adanya lipatan-lipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik (Vaughan, 2010).

 Histologi
       Secara histologis, lapisan sel konjungtiva terdiri atas dua hingga lima lapisan sel epitel silindris bertingkat, superfisial dan basal (Junqueira, 2007). Sel-sel epitel superfisial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus yang diperlukan untuk dispersi air mata. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat dibandingkan sel-sel superfisial dan dapat mengandung pigmen Vaughan, 2010).
     Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisialis) dan satu lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus dan tersusun longgar pada mata (Vaughan, 2010).

Perdarahan dan Persarafan
      Arteri-arteri konjungtiva berasal dari arteria siliaris anterior dan arteria palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis dengan bebas dan bersama dengan banyak vena konjungtiva membentuk jaringan vaskular konjungtiva yang sangat banyak (Vaughan, 2010). Konjungtiva juga menerima persarafan dari percabangan pertama nervus V dengan serabut nyeri yang relatif sedikit (Tortora, 2009)

 Konjungtivitis
 Definisi
           Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva dan penyakit ini adalah penyakit mata yang paling umum di dunia. Karena lokasinya, konjungtiva terpajan oleh banyak mikroorganisme dan faktor-faktor lingkungan lain yang mengganggu (Vaughan, 2010). Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen kental (Hurwitz, 2009). Jumlah agen-agen yang pathogen dan dapat menyebabkan infeksi pada mata semakin banyak, disebabkan oleh meningkatnya penggunaan oat-obatan topical dan agen imunosupresif sistemik, serta meningkatnya jumlah pasien dengan infeksi HIV dan pasien yang menjalani transplantasi organ dan menjalani terapi imunosupresif (Therese, 2002). 

 Pembagian Konjungtivitis

 Konjungtivitis Bakteri
A. Definisi
        Konjungtivitis Bakteri adalah inflamasi konjungtiva yang disebabkan oleh bakteri. Pada konjungtivitis ini biasanya pasien datang dengan keluhan mata merah, sekret pada mata dan iritasi mata (James, 2005).

B. Etiologi dan Faktor Resiko
      Konjungtivitis bakteri dapat dibagi menjadi empat bentuk, yaitu hiperakut ,akut, subakut dan kronik. Konjungtivitis bakteri hiperakut biasanya disebabkan oleh N gonnorhoeae, Neisseria kochii dan N meningitidis. Bentuk yang akut biasanya disebabkan oleh Streptococcus pneumonia dan Haemophilus aegyptyus. Penyebab yang paling sering pada bentuk konjungtivitis bakteri subakut adalah H influenza dan Escherichia coli, sedangkan bentuk kronik paling sering terjadi pada konjungtivitis sekunder atau pada pasien dengan obstruksi duktus nasolakrimalis (Jatla, 2009).
       Konjungtivitis bakterial biasanya mulai pada satu mata kemudian mengenai mata yang sebelah melalui tangan dan dapat menyebar ke orang lain. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang yang terlalu sering kontak
dengan penderita, sinusitis dan keadaan imunodefisiensi (Marlin, 2009).

C. Patofisiologi
        Jaringan pada permukaan mata dikolonisasi oleh flora normal seperti streptococci, staphylococci dan jenis Corynebacterium. Perubahan pada mekanisme pertahanan tubuh ataupun pada jumlah koloni flora normal tersebut dapat menyebabkan infeksi klinis. Perubahan pada flora normal dapat terjadi karena adanya kontaminasi eksternal, penyebaran dari organ sekitar ataupun melalui aliran darah (Rapuano, 2008). Penggunaan antibiotik topikal jangka panjang merupakan salah satu penyebab perubahan flora normal pada jaringan mata, serta resistensi terhadap antibiotik (Visscher, 2009).
           Mekanisme pertahanan primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel yang meliputi konjungtiva sedangkan mekanisme pertahanan sekundernya adalah sistem imun yang berasal dari perdarahan konjungtiva, lisozim dan imunoglobulin yang terdapat pada lapisan air mata, mekanisme pembersihan oleh lakrimasi dan berkedip. Adanya gangguan atau kerusakan pada mekanisme pertahanan ini dapat menyebabkan infeksi pada konjungtiva (Amadi, 2009).

D. Gejala Klinis
       Gejala-gejala yang timbul pada konjungtivitis bakteri biasanya dijumpai injeksi konjungtiva baik segmental ataupun menyeluruh. Selain itu sekret pada kongjungtivitis bakteri biasanya lebih purulen daripada konjungtivitis jenis lain, dan pada kasus yang ringan sering dijumpai edema pada kelopak mata (AOA, 2010). Ketajaman penglihatan biasanya tidak mengalami gangguan pada konjungtivitis bakteri namun mungkin sedikit kabur karena adanya sekret dan debris pada lapisan air mata, sedangkan reaksi pupil masih normal. Gejala yang paling khas adalah kelopak mata yang saling melekat pada pagi hari sewaktu bangun tidur. (James, 2005).

E. Diagnosis
            Pada saat anamnesis yang perlu ditanyakan meliputi usia, karena mungkin saja penyakit berhubungan dengan mekanisme pertahanan tubuh pada pasien yang lebih tua. Pada pasien yang aktif secara seksual, perlu dipertimbangkan penyakit menular seksual dan riwayat penyakit pada pasangan seksual. Perlu juga ditanyakan durasi lamanya penyakit, riwayat penyakit yang sama sebelumnya, riwayat penyakit sistemik, obat-obatan, penggunaan obat-obat kemoterapi, riwayat pekerjaan yang mungkin ada hubungannya dengan
penyakit, riwayat alergi dan alergi terhadap obat-obatan, dan riwayat penggunaan lensa-kontak (Marlin, 2009).

F. Komplikasi
         Blefaritis marginal kronik sering menyertai konjungtivitis bateri, kecuali pada pasien yang sangat muda yang bukan sasaran blefaritis. Parut di konjungtiva paling sering terjadi dan dapat merusak kelenjar lakrimal aksesorius dan menghilangkan duktulus kelenjar lakrimal. Hal ini dapat mengurangi komponen akueosa dalam film air mata prakornea secara drastis dan juga komponen mukosa karena kehilangan sebagian sel goblet. Luka parut juga dapat mengubah bentuk palpebra superior dan menyebabkan trikiasis dan entropion sehingga bulu mata dapat menggesek kornea dan menyebabkan ulserasi, infeksi dan parut pada kornea (Vaughan, 2010).

G. Penatalaksanaan
       Terapi spesifik konjungtivitis bakteri tergantung pada temuan agen mikrobiologiknya. Terapi dapat dimulai dengan antimikroba topikal spektrum luas. Pada setiap konjungtivitis purulen yang dicurigai disebabkan oleh diplokokus gram-negatif harus segera dimulai terapi topical dan sistemik . Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen, sakus konjungtivalis harus dibilas dengan larutan saline untuk menghilangkan sekret konjungtiva (Ilyas, 2008).

Konjungtivitis Virus
A. Definisi
        Konjungtivitis viral adalah penyakit umum yang dapat disebabkan oleh berbagai jenis virus, dan berkisar antara penyakit berat yang dapat menimbulkan cacat hingga infeksi ringan yang dapat sembuh sendiri dan dapat berlangsung lebih lama daripada konjungtivitis bakteri (Vaughan, 2010).

B. Etiologi dan Faktor Resiko
           Konjungtivitis viral dapat disebabkan berbagai jenis virus, tetapi adenovirus adalah virus yang paling banyak menyebabkan penyakit ini, dan herpes simplex virus yang paling membahayakan. Selain itu penyakit ini juga dapat disebabkan oleh virus Varicella zoster, picornavirus (enterovirus 70, Coxsackie A24), poxvirus, dan human immunodeficiency virus (Scott, 2010). Penyakit ini sering terjadi pada orang yang sering kontak dengan penderita dan dapat menular melalu di droplet pernafasan, kontak dengan benda-benda yang menyebarkan virus (fomites) dan berada di kolam renang yang terkontaminasi (Ilyas, 2008).

C. Patofisiologi
        Mekanisme terjadinya konjungtivitis virus ini berbeda-beda pada setiap jenis konjungtivitis ataupun mikroorganisme penyebabnya (Hurwitz, 2009). Mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit ini dijelaskan pada etiologi.

D. Gejala Klinis
      Gejala klinis pada konjungtivitis virus berbeda-beda sesuai dengan etiologinya. Pada keratokonjungtivitis epidemik yang disebabkan oleh adenovirus biasanya dijumpai demam dan mata seperti kelilipan, mata berair berat dan kadang dijumpai pseudomembran. Selain itu dijumpai infiltrat subepitel kornea atau keratitis setelah terjadi konjungtivitis dan bertahan selama lebih dari 2 bulan (Vaughan & Asbury, 2010). Pada konjungtivitis ini biasanya pasien juga mengeluhkan gejala pada saluran pernafasan atas dan gejala infeksi umum lainnya seperti sakit kepala dan demam (Senaratne & Gilbert, 2005).
        Pada konjungtivitis herpetic yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (HSV) yang biasanya mengenai anak kecil dijumpai injeksi unilateral, iritasi, sekret mukoid, nyeri, fotofobia ringan dan sering disertai keratitis herpes. Konjungtivitis hemoragika akut yang biasanya disebabkan oleh enterovirus dan coxsackie virus memiliki gejala klinis nyeri, fotofobia, sensasi benda asing, hipersekresi airmata, kemerahan, edema palpebra dan perdarahan subkonjungtiva dan kadang-kadang dapat terjadi kimosis (Scott, 2010).

E. Diagnosis
        Diagnosis pada konjungtivitis virus bervariasi tergantung etiologinya, karena itu diagnosisnya difokuskan pada gejala-gejala yang membedakan tipetipe menurut penyebabnya. Dibutuhkan informasi mengenai, durasi dan gejala-gejala sistemik maupun ocular, keparahan dan frekuensi gejala, faktorfaktor resiko dan keadaan lingkungan sekitar untuk menetapkan diagnosis konjungtivitis virus (AOA, 2010). Pada anamnesis penting juga untuk ditanyakan onset, dan juga apakah hanya sebelah mata atau kedua mata yang terinfeksi (Gleadle, 2007).
       Konjungtivitis virus sulit untuk dibedakan dengan konjungtivitis bakteri berdasarkan gejala klinisnya dan untuk itu harus dilakukan pemeriksaan lanjutan, tetapi pemeriksaan lanjutan jarang dilakukan karena menghabiskan waktu dan biaya (Hurwitz, 2009).

F. Komplikasi
        Konjungtivitis virus bisa berkembang menjadi kronis, seperti blefarokonjungtivitis. Komplikasi lainnya bisa berupa timbulnya pseudomembran, dan timbul parut linear halus atau parut datar, dan keterlibatan kornea serta timbul vesikel pada kulit (Vaughan, 2010).

G. Penatalaksanaan
        Konjungtivitis virus yang terjadi pada anak di atas 1 tahun atau pada orang dewasa umumnya sembuh sendiri dan mungkin tidak diperlukan terapi, namun antivirus topikal atau sistemik harus diberikan untuk mencegah terkenanya kornea (Scott, 2010). Pasien konjungtivitis juga diberikan instruksi hygiene untuk meminimalkan penyebaran infeksi (James, 2005).

Konjungtivitis Alergi
A. Definisi
        Konjungtivitis alergi adalah bentuk alergi pada mata yang paing sering dan disebabkan oleh reaksi inflamasi pada konjungtiva yang diperantarai oleh sistem imun (Cuvillo et al, 2009). Reaksi hipersensitivitas yang paling sering terlibat pada alergi di konjungtiva adalah reaksi hipersensitivitas tipe 1 (Majmudar, 2010).

B. Etiologi dan Faktor Resiko
      Konjungtivitis alergi dibedakan atas lima subkategori, yaitu konjungtivitis alergi musiman dan konjungtivitis alergi tumbuh-tumbuhan yang biasanya dikelompokkan dalam satu grup, keratokonjungtivitis vernal, keratokonjungtivitis atopik dan konjungtivitis papilar raksasa (Vaughan, 2010). 
        Etiologi dan faktor resiko pada konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai dengan subkategorinya. Misalnya konjungtivitis alergi musiman dan tumbuhtumbuhan biasanya disebabkan oleh alergi tepung sari, rumput, bulu hewan, dan disertai dengan rinitis alergi serta timbul pada waktu-waktu tertentu. Vernal konjungtivitis sering disertai dengan riwayat asma, eksema dan rinitis alergi musiman. Konjungtivitis atopik terjadi pada pasien dengan riwayat dermatitis atopic, sedangkan konjungtivitis papilar rak pada pengguna lensakontak atau mata buatan dari plastik (Asokan, 2007).

C. Gejala Klinis
         Gejala klinis konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai dengan subkategorinya. Pada konjungtivitis alergi musiman dan alergi tumbuh-tumbuhan keluhan utama adalah gatal, kemerahan, air mata, injeksi ringan konjungtiva, dan sering ditemukan kemosis berat. Pasien dengan keratokonjungtivitis vernal sering mengeluhkan mata sangat gatal dengan kotoran mata yang berserat, konjungtiva tampak putih susu dan banyak papila halus di konjungtiva tarsalis inferior. Sensasi terbakar, pengeluaran sekret mukoid, merah, dan fotofobia merupakan keluhan yang paling sering pada keratokonjungtivitis atopik. Ditemukan jupa tepian palpebra yang eritematosa dan konjungtiva tampak putih susu. Pada kasus yang berat ketajaman penglihatan menurun, sedangkan pada konjungtiviitis papilar raksasa dijumpai tanda dan gejala yang mirip konjungtivitis vernal (Vaughan, 2010).

D. Diagnosis
            Diperlukan riwayat alergi baik pada pasien maupun keluarga pasien serta observasi pada gejala klinis untuk menegakkan diagnosis konjungtivitis alergi. Gejala yang paling penting untuk mendiagnosis penyakit ini adalah rasa gatal pada mata, yang mungkin saja disertai mata berair, kemerahan dan fotofobia (Weissman, 2010).

E. Komplikasi
        Komplikasi pada penyakit ini yang paling sering adalah ulkus pada kornea dan infeksi sekunder (Jatla, 2009).

F. Penatalaksanaan
        Penyakit ini dapat diterapi dengan tetesan vasokonstriktor-antihistamin topikal dan kompres dingin untuk mengatasi gatal-gatal dan steroid topikal jangka pendek untuk meredakan gejala lainnya (Vaughan, 2010).

 Konjungtivitis Jamur
        Konjungtivitis jamur paling sering disebabkan oleh Candida albicans dan merupakan infeksi yang jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan adanya bercak putih dan dapat timbul pada pasien diabetes dan pasien dengan keadaan sistem imun yang terganggu. Selain Candida sp, penyakit ini juga dapat disebabkan oleh Sporothrix schenckii, Rhinosporidium serberi, dan Coccidioides immitis walaupun jarang (Vaughan, 2010).

. Konjungtivitis Parasit
        Konjungtivitis parasit dapat disebabkan oleh infeksi Thelazia californiensis, Loa loa, Ascaris lumbricoides, Trichinella spiralis, Schistosoma haematobium, Taenia solium dan Pthirus pubis walaupun jarang (Vaughan, 2010).

 Konjungtivitis kimia atau iritatif
          Konjungtivitis kimia-iritatif adalah konjungtivitis yang terjadi oleh pemajanan substansi iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis. Substansi-substansi iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis dan dapat menyebabkan konjungtivitis, seperti asam, alkali, asap dan angin, dapat menimbulkan gejala-gejala berupa nyeri, pelebaran pembuluh darah, fotofobia, dan blefarospasme. Selain itu penyakit ini dapat juga disebabkan oleh pemberian obat topikal jangka panjang seperti dipivefrin, miotik, neomycin, dan obat-obat lain dengan bahan pengawet yang toksik atau menimbulkan iritasi. Konjungtivitis ini dapat diatasi dengan penghentian substansi penyebab dan pemakaian tetesan ringan (Vaughan, 2010).

Konjungtivitis lain
          Selain disebabkan oleh bakteri, virus, alergi, jamur dan parasit, konjungtivitis juga dapat disebabkan oleh penyakit sistemik dan penyakit autoimun seperti penyakit tiroid, gout dan karsinoid. Terapi pada konjungtivitis yang disebabkan oleh penyakit sistemik tersebut diarahkan pada pengendalian penyakit utama atau penyebabnya (Vaughan, 2010).
        Konjungtivitis juga bisa terjadi sebagai komplikasi dari acne rosacea dan dermatitis herpetiformis ataupun masalah kulit lainnya pada daerah wajah. (AOA, 2008).

Rabu, 02 Oktober 2013

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. M DENGAN PNEUMONIA + CHF 
DI RSUP CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA
Oleh: Nurdin Ermawanto S.Kep.Ns
A. PENGKAJIAN
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. L
Umur : 64 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Kristen
Alamat : Jl. Kp. Cabang – Karang Asih Cikarang Bekasi
Suku : Medan
Pekerjaan : Pensiunan Guru SMP
Mrs : 14-12-2005 Jam : 12.41
Pengkajian : 22 - 12 – 2005 jam : 09.00
Regester : 296 97 63
Diagnosa masuk : CHF + Pneumonia

II. Riwayat penyakit sekarang
Alasan utama MRS :
Kelauarga mengatakan bahwa kesadaran klien menurun ( tidur terus )

Keluhan utama :
2 minggu sebelum MRS klien mengatakan lemas, nafsu makan menurun, batuk keluar dahak terutama malam hari. 2 hari kemudian oleh anaknya di bawah ke Jakarta karena di Medan sendirian. Setelah di Jakarta klien tidur terus, maka oleh anaknya klien di bawah ke RSCM.

III. Riwayat penyakit dahulu
         Sekitar 5 tahun yang lalu klien menderita hipertensi dengan control tidak teratur. 1 tahun yang lalu klien mengalamai kecelakaan dari mobil ( terlempar ) dan dirawat di RS tarutung ( Sum sel ). Sejak itu klien berjalan dengan bantuan tongkat selama 2 tahun . Tidak ada riwayat DM, TBC.

IV. Riwayat penyakit keluarga
Pada keluarga tidak ada yang menderita penyakit hipertensi, DM, paru atau jantung. Suami meninggal karena kecelakaan.

V. Pola-pola fungsi kesehatan
1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat 
Kebiasaan merokok , penggunaan obat bebas , ketergantungan terhadap bahan kimia , jamu  Olah raga/gerak badan .
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Sebelum MRS klien makan 3 x sehari dengan porsi cukup, saat MRS pemenuhan nutrisi Diit jantung III dengan 1700 kal, minum 1000 cc/24 jam, kesulitan menelan tidak ada, keadaan yang mengganggu nutrisi tidak ada, status gizi yang berhubungan dengan keadaan tubuh: postur tubuh kurus, keadaan rambut bersih. BB 40 Kg, TB 155 cm.
3. Pola eliminasi
BAB BAK
Frekuensi              : 1 x/3 hari Frekuensi : kateter
Warna dan bau     : dbn Warna dan bau : dbn
Konsistensi           : dbn Keluhan : tidak ada
Keluhan                : tidak ada
4. Pola tidur dan istirahat
Tidur Istirahat
Frekuensi               : 2x/sehari frekuensi : 4 – 6 x/hari
Jam tidur siang       : 2-3 jam keluhan : tidak ada
Jam tidur malam     : 5-6 jam/hari
Keluhan                 : tidak ada
5. Pola aktivitas
Klien setelah pensiun menjadi guru hanya istirahat di rumah saja, tidak ada kegiatan sehari – hari karena kurang sosialisasi ( sebelum pensiun klien sibuk dengan pekerjaannya ) sehingga sejak pensiun klien kurang terbiasa.
VI. Pola sensori dan kognitif
Sensori :
Daya penciuman, daya rasa, daya raba, daya pendengaran baik.
Kognitif :
Proses berfikir, isi pikiran, daya ingat baik.
VII. Pola penanggulangan stress
Penyebab stress, mekanisme terhadap stress, adaptasi terhadap stress, Pertahanan diri sementara biasanya klien meminta bantuan pada anak laki-lakinya yang tinggal serumah.

2 Pemeriksaan fisik
1. Status kesehatan umum
Keadaan penyakit sedang, kesadaran komposmentis, suara bicara jelas, tekanan darah 120/80 mmHg, suhu tubuh 367◦C, pernapasan 20X/menit, nadi 110X/menit, reguler
2. Sistem integument
Tidak tampak pucat, permukaan kulit baik, tekstur baik, rambut tipis dan bersih , tidak botak, perubahan warna kulit tidak ada, warna rambut hitam campur putih.
3. Kepala
Normo cephalic, simetris, nyeri kepala tidak ada.
4. Muka
Simetris, odema , otot muka dan rahang kekuatan normal, sianosis tidak ada
5. Mata
Alis mata, kelopak mata normal, konjuktiva anemis (-), pupil isokor sclera tidak ikterus (-), reflek cahaya positif. Tajam penglihatan menurun.
6. Telinga
Secret, serumen, benda asing, membran timpani dalam batas normal, pendengaran menurun.
7. Hidung
Deformitas, mukosa, secret, bau, obstruksi tidak ada, pernafasan cuping hidung tidak ada.
8. Mulut dan faring
Bau mulut , stomatitis (-), gigi banyak yang hilang, lidah merah merah mudah, kelainan lidah tidak ada.
9. Leher
Simetris, kaku kuduk tidak ada, pembesaran vena jugularis 5 + 0 cm H2O
10. Thoraks
Paru
Gerakan simitris, retraksi supra sternal (-), retraksi intercoste (-), perkusi resonan, rhonchi +/+ pada basal paru, wheezing -/-, vocal fremitus kuat dan simitris.
11. Jantung
Batas jantung kiri ics 2 sternal kiri dan ics 4 sternal kiri, batas kanan ics 2 sternal kanan dan ics 5 mid axilla kanan.perkusi dullness. Bunyi s1 dan s2 tunggal, gallop (-), mumur (-). capillary refill 2 – 3 detik .
12. Abdomen
Bising usus +, tidak ada benjolan, nyeri tekan tidak ada, perabaan massa tidak ada, pembesaran hepar tidak ada .
13. Inguinal-Genitalia-Anus
Nadi femoralis teraba, tidak ada hernia, pembengkakan pembulu limfe tidak ada. , tidak ada hemoroid.
14. Ekstrimitas
Akral hangat, edema -/-, kekuatan 3/3, gerak yang tidak disadari -/-, atropi -/-, capillary refill 3 detik.
15. Tulang belakang
Tidak ada lordosis, kifosis atau scoliosis.
XI. Pemeriksaan penunjang
Tanggal         : 14 – 12 – 2005
Hb                : 10.5
Hematokrit    : 31
Leukosit        : 8.300
Trombosit     : 156.000
MCV           : 83
MCH           : 38
MCHC        : 34
Diff Count    : -/1/1/65/33/-/23
Urien PH     : 7.442
Ureum         : 32
Kreatinin      : 0,6
SGOT         : 3
SGPT         : 20
Na              : 44
Kalium        : 3.1
Cl               : 0.5
AGD   :
- PCO2     : 38
- PO2        : 136.7
- HCO3     : 25,5
- O2 Sat    : 99.2
4
Radiologi
Tanggal :14-12-2005
Hasil/kesan : CTR > 50 % ( kardiomegali )
ECG
Tanggal : 19-12-2005
Hasil/kesan : irama sinus,axis normal, HR : 110, S (v1) + R (v6) > 35 mm, R/S (v1) < 1, interval ST 0.12, ST elevasi tidak ada, ST Depresi tidak ada, RBBB/LBBB tidak ada.
Kesimpulan hiperteropi ventrikel kanan.
I.
II. Terapi
Obat-obatan.
· O2 : 2 liter/menit
· Cefriaxon : 1 x 1 gram
· Captopril : 1 x6.25 mg
· KSR : 2x1
· Lasix : 1 x 2 amp
· Ascardia : 1x 80 mg
Diet
Diet Jantung III ( 1700 kal  5
B. Diagnosa, Intervensi, Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan NO Data Kreteria evaluasi Nursing intervensi Implementasi Evaluasi 22-12 -2005 23-12 -2005 22-12-2005 23-12 -2005
1 Infektifnya bersihan jalan nafas b.d ketidakmampuan membersihkan jalan nafas.
S: Sesak nafas, klien mengatakan tidak mampu mengeluarkan dahak.
O : suara ronchi +/+ pada basal paru, wheezing (-), sianosis (-), orthopnea (-), sputum (-),tekanan darah 120/80 mmHg, suhu tubuh 365◦C, pernapasan 24 X/menit, nadi 110X/menit, reguler.
Jalan nafaspaten, suaranafas bersih
Klien mampu
mengeluarkan
sputum secara
aktif.
Nilai AGD
dalam batas
normal.
Sianosis (-),
dispnea (-)
Tanda vital
dalam batas
normal.
- Kaji efektifitas terapi O2,
- Auskultasi paru anterior
dan posterior terhadap
penurunan ventilasi dan
suara tambahan.
- Jelaskan kegunaan alat
terapi O2.
- Informasikan terhadap
klien dan keluarga untuk
tidak merokok dalam
ruangan.
- Intruksikan klien untuk
batuk efektif , teknik
nafas dalam, untuk
meningkatkan
pengeluaran secret.
- Ajarkan pada klien dan
keluarga tentang
perubahan karakteristik
sputum : warna,
karakteristik.
- Kolaboratif :
· Pemberian O2
· Pemeriksaan AGD
· Pemberian antibiotik
Menjelaskan
tentang suara
paru pada
pasien.
Mengauskultasi
suara paru :
ronchi +/+ pada
basal paru
Menginformasi
kan kepada
keluarga untuk
tidaka merokok
dalam ruangan.
Melatih nafas.
Mengukur tanda
vital :
(-),tekanan
darah 130/80
mmHg, suhu
tubuh 367◦C,
pernapasan 22
X/menit, nadi
110X/menit,
regular
Memberikan
O2 2lt/mnt.
Menyuntikan
Menjelaskan
tentang suara
paru pada
pasien.
Menjelaskan
tentang tujuan
terapi oksigen
Mengauskulta
si suara paru :
ronchi +/+
pada basal
paru
Melatih nafas.
Melatih batuk
efektif
Mengukur
tanda vital :
(-),tekanan
darah
130/80
mmHg,
suhu tubuh
365◦C,
pernapasan
20 X/menit,
nadi
110X/menit,
S :
- Sesak nafas, klien
mengatakan tidak
mampu
mengeluarkan
dahak.
O :
- suara ronchi +/+
pada basal paru,
wheezing (-),
sianosis (-),
orthopnea (-),
sputum (-),tekanan
darah 130/80
mmHg, suhu
tubuh 367◦C,
pernapasan 22
X/menit, nadi
110X/menit,
reguler.
A:
Masalah belum
teratasi
P :
S :
- Sesak nafas,
klien berkurang
mengatakan
mampu
mengeluarkan
dahak.
O :
- suara ronchi -/-
pada basal paru,
wheezing (-),
sianosis (-),
orthopnea (-),
sputum
(-),tekanan darah
130/80 mmHg,
suhu tubuh
367◦C,
pernapasan 22
X/menit, nadi
110X/menit,
reguler.
A:
Masalah teratasi
6
cefriaxon 1 gr
iv.
regular
Memberikan
O2 2lt/mnt.
Menyuntika
n cefriaxon 1
gr iv.
Lanjutkan
intervensi semua
P :
Hentikan
intervensi
2 Intoleransi
aktivitas releted
to penurunan
asupan nutrisi.
S :
pasien sesak
nafas, tidak
mampu
melakukan
aktivitas
sehari-hari
O :
kekuatan
otot masing2
ekstrimitas 3
tekanan
darah
120/80
mmHg,
suhu tubuh
365◦C,
pernapasan
24 X/menit,
nadi
110X/menit,
reguler.
klien mampu
mendemontrasi
kan aktivitas
dan self care.
Tanda vital
dalam batas
normal.
Keseimbangan
antara aktivitas
dan istirahat.
Kline mampu
mengidentifikas
ikan aktivitas
yang sesuai
kemampuannya.
- Kaji respon emosional,
social, dan spiritual
- Evaluasi motivasi klien
terhadap peningkatan
aktivitas.
- Tentukan penyebab
kelelahan
- Monitor respon
kadiorespiratory terhadap
aktivitas.
- Monitor intake nutrisi.
- Intruksikan teknik
relaksasi selama
aktivitas.
mengkaji respon
emosional klien.
Motivasi klien
terhadap
aktivitas baik.
Mengukur tanda
vital T : 130/90,
HR : 110/mnt
reguler, RR
22/mnt setelah
aktivitas jalan
keluar ruangan :
Intake ½
piring/makan.
Mengajarkan
nafas panjang.
Menganjurkan
makan sedikitdemi
sedikit
Menjelaskan
tentang
kegunaan
nutrisi.
mengkaji
respon
emosional
klien
Mengukur
TTV : T :
130/90, HR :
110/mnt
reguler, RR
20/mnt.
Motivasi
klien terhadap
aktivitas baik.
Mengukur
tanda vital
setelah
aktivitas jalan
keluar
ruangan :
Intake ½
piring/makan.
Mengajarkan
nafas panjang
S
pasien sesak
nafas,tidak
lelah, capek.
O :
. kekuatan otot
masing2
ekstrimitas 3.
Mengukur tanda
vital T : 120/90,
HR : 116/mnt
reguler, RR
22/mnt
A :
Masalah teratasi
sebagian
P :
Lanjutkan
intervensi
S
pasien tidak
sesak nafas,
tidak lelah,
capek, dapat
beraktivitas
sendiri
O :
Mengukur TTV
: T : 120/90,
HR : 110/mnt
reguler, RR
20/mnt.,
pernapasan
22 X/menit,
nadi 110
X/menit,
ireguler.
kekuatan otot
masing2
ekstrimitas 4.
A :
Masalah teratasi
P :
7
Hb : 10,5 Hentikan intervensi
8
9
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. M DENGAN PNEUMONIA + CHF
 DI RSUP CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA
Oleh: nurdin ermawanto S.Kep.Ns
A. PENGKAJIAN
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. L
Umur : 64 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Kristen
Alamat : Jl. Kp. Cabang – Karang Asih Cikarang Bekasi
Suku : Medan
Pekerjaan : Pensiunan Guru SMP
Mrs : 14-12-2005 Jam : 12.41
Pengkajian : 22 - 12 – 2005 jam : 09.00
Regester : 296 97 63
Diagnosa masuk : CHF + Pneumonia
II. Riwayat penyakit sekarang
Alasan utama MRS :
Kelauarga mengatakan bahwa kesadaran klien menurun ( tidur terus )
Keluhan utama :
2 minggu sebelum MRS klien mengatakan lemas, nafsu makan menurun,
batuk keluar dahak terutama malam hari. 2 hari kemudian oleh anaknya di
bawah ke Jakarta karena di Medan sendirian. Setelah di Jakarta klien tidur
terus, maka oleh anaknya klien di bawah ke RSCM.
III. Riwayat penyakit dahulu
Sekitar 5 tahun yang lalu klien menderita hipertensi dengan control tidak
teratur. 1 tahun yang lalu klien mengalamai kecelakaan dari mobil
( terlempar ) dan dirawat di RS tarutung ( Sum sel ). Sejak itu klien berjalan
dengan bantuan tongkat selama 2 tahun . Tidak ada riwayat DM, TBC.
IV. Riwayat penyakit keluarga
Pada keluarga tidak ada yang menderita penyakit hipertensi, DM, paru atau
jantung. Suami meninggal karena kecelakaan.
1
V. Pola-pola fungsi kesehatan
1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Kebiasaan merokok , penggunaan obat bebas , ketergantungan
terhadap bahan kimia , jamu , Olah raga/gerak badan .
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Sebelum MRS klien makan 3 x sehari dengan porsi cukup, saat MRS
pemenuhan nutrisi Diit jantung III dengan 1700 kal, minum 1000 cc/24
jam, kesulitan menelan tidak ada, keadaan yang mengganggu nutrisi
tidak ada, status gizi yang berhubungan dengan keadaan tubuh: postur
tubuh kurus, keadaan rambut bersih. BB 40 Kg, TB 155 cm.
3. Pola eliminasi
BAB BAK
Frekuensi : 1 x/3 hari Frekuensi : kateter
Warna dan bau : dbn Warna dan bau : dbn
Konsistensi : dbn Keluhan : tidak ada
Keluhan : tidak ada
4. Pola tidur dan istirahat
Tidur Istirahat
Frekuensi : 2x/sehari frekuensi : 4 – 6 x/hari
Jam tidur siang : 2-3 jam keluhan : tidak ada
Jam tidur malam : 5-6 jam/hari
Keluhan : tidak ada
5. Pola aktivitas
Klien setelah pensiun menjadi guru hanya istirahat di rumah saja, tidak
ada kegiatan sehari – hari karena kurang sosialisasi ( sebelum pensiun
klien sibuk dengan pekerjaannya ) sehingga sejak pensiun klien kurang
terbiasa.
VI. Pola sensori dan kognitif
Sensori :
Daya penciuman, daya rasa, daya raba, daya pendengaran baik.
Kognitif :
Proses berfikir, isi pikiran, daya ingat baik.
VII. Pola penanggulangan stress
Penyebab stress, mekanisme terhadap stress, adaptasi terhadap stress,
Pertahanan diri sementara biasanya klien meminta bantuan pada anak lakilakinya
yang tinggal serumah.
2
Pemeriksaan fisik
1. Status kesehatan umum
Keadaan penyakit sedang, kesadaran komposmentis, suara bicara jelas,
tekanan darah 120/80 mmHg, suhu tubuh 367◦C, pernapasan 20X/menit,
nadi 110X/menit, reguler
2. Sistem integument
Tidak tampak pucat, permukaan kulit baik, tekstur baik, rambut tipis dan
bersih , tidak botak, perubahan warna kulit tidak ada, warna rambut
hitam campur putih.
3. Kepala
Normo cephalic, simetris, nyeri kepala tidak ada.
4. Muka
Simetris, odema , otot muka dan rahang kekuatan normal, sianosis tidak
ada
5. Mata
Alis mata, kelopak mata normal, konjuktiva anemis (-), pupil isokor sclera
tidak ikterus (-), reflek cahaya positif. Tajam penglihatan menurun.
6. Telinga
Secret, serumen, benda asing, membran timpani dalam batas normal,
pendengaran menurun.
7. Hidung
Deformitas, mukosa, secret, bau, obstruksi tidak ada, pernafasan cuping
hidung tidak ada.
8. Mulut dan faring
Bau mulut , stomatitis (-), gigi banyak yang hilang, lidah merah merah
mudah, kelainan lidah tidak ada.
9. Leher
Simetris, kaku kuduk tidak ada, pembesaran vena jugularis 5 + 0 cm H2O
10. Thoraks
Paru
Gerakan simitris, retraksi supra sternal (-), retraksi intercoste (-), perkusi
resonan, rhonchi +/+ pada basal paru, wheezing -/-, vocal fremitus kuat
dan simitris.
3
11. Jantung
Batas jantung kiri ics 2 sternal kiri dan ics 4 sternal kiri, batas kanan ics 2
sternal kanan dan ics 5 mid axilla kanan.perkusi dullness. Bunyi s1 dan s2
tunggal, gallop (-), mumur (-). capillary refill 2 – 3 detik .
12. Abdomen
Bising usus +, tidak ada benjolan, nyeri tekan tidak ada, perabaan massa
tidak ada, pembesaran hepar tidak ada .
13. Inguinal-Genitalia-Anus
Nadi femoralis teraba, tidak ada hernia, pembengkakan pembulu limfe
tidak ada., tidak ada hemoroid.
14. Ekstrimitas
Akral hangat, edema -/-, kekuatan 3/3, gerak yang tidak disadari -/-,
atropi -/-, capillary refill 3 detik.
15. Tulang belakang
Tidak ada lordosis, kifosis atau scoliosis.
XI. Pemeriksaan penunjang
Tanggal : 14 – 12 – 2005
Hb : 10.5
Hematokrit : 31
Leukosit : 8.300
Trombosit : 156.000
MCV : 83
MCH : 38
MCHC : 34
Diff Count : -/1/1/65/33/-/23
Urien PH : 7.442
Ureum : 32
Kreatinin : 0,6
SGOT : 3
SGPT : 20
Na : 44
Kalium : 3.1
Cl : 0.5
AGD :
- PCO2 : 38
- PO2 : 136.7
- HCO3 : 25,5
- O2 Sat : 99.2
4
Radiologi
Tanggal :14-12-2005
Hasil/kesan : CTR > 50 % ( kardiomegali )
ECG
Tanggal : 19-12-2005
Hasil/kesan : irama sinus,axis normal, HR : 110, S (v1) + R (v6) > 35 mm, R/S (v1) < 1,
interval ST 0.12, ST elevasi tidak ada, ST Depresi tidak ada, RBBB/LBBB tidak ada.
Kesimpulan hiperteropi ventrikel kanan.
I.
II. Terapi
Obat-obatan.
· O2 : 2 liter/menit
· Cefriaxon : 1 x 1 gram
· Captopril : 1 x6.25 mg
· KSR : 2x1
· Lasix : 1 x 2 amp
· Ascardia : 1x 80 mg
Diet
Diet Jantung III ( 1700 kal )
5
B. Diagnosa, Intervensi, Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan
NO Data Kreteria evaluasi Nursing intervensi Implementasi Evaluasi
22-12 -2005 23-12 -2005 22-12-2005 23-12 -2005
1 Infektifnya
bersihan jalan
nafas b.d
ketidakmampuan
membersihkan
jalan nafas.
S: Sesak nafas,
klien
mengatakan
tidak mampu
mengeluarkan
dahak.
O : suara ronchi
+/+ pada basal
paru, wheezing
(-), sianosis (-),
orthopnea (-),
sputum
(-),tekanan
darah 120/80
mmHg, suhu
tubuh 365◦C,
pernapasan 24
X/menit, nadi
110X/menit,
reguler.
Jalan nafas
paten, suara
nafas bersih
Klien mampu
mengeluarkan
sputum secara
aktif.
Nilai AGD
dalam batas
normal.
Sianosis (-),
dispnea (-)
Tanda vital
dalam batas
normal.
- Kaji efektifitas terapi O2,
- Auskultasi paru anterior
dan posterior terhadap
penurunan ventilasi dan
suara tambahan.
- Jelaskan kegunaan alat
terapi O2.
- Informasikan terhadap
klien dan keluarga untuk
tidak merokok dalam
ruangan.
- Intruksikan klien untuk
batuk efektif , teknik
nafas dalam, untuk
meningkatkan
pengeluaran secret.
- Ajarkan pada klien dan
keluarga tentang
perubahan karakteristik
sputum : warna,
karakteristik.
- Kolaboratif :
· Pemberian O2
· Pemeriksaan AGD
· Pemberian antibiotik
Menjelaskan
tentang suara
paru pada
pasien.
Mengauskultasi
suara paru :
ronchi +/+ pada
basal paru
Menginformasi
kan kepada
keluarga untuk
tidaka merokok
dalam ruangan.
Melatih nafas.
Mengukur tanda
vital :
(-),tekanan
darah 130/80
mmHg, suhu
tubuh 367◦C,
pernapasan 22
X/menit, nadi
110X/menit,
regular
Memberikan
O2 2lt/mnt.
Menyuntikan
Menjelaskan
tentang suara
paru pada
pasien.
Menjelaskan
tentang tujuan
terapi oksigen
Mengauskulta
si suara paru :
ronchi +/+
pada basal
paru
Melatih nafas.
Melatih batuk
efektif
Mengukur
tanda vital :
(-),tekanan
darah
130/80
mmHg,
suhu tubuh
365◦C,
pernapasan
20 X/menit,
nadi
110X/menit,
S :
- Sesak nafas, klien
mengatakan tidak
mampu
mengeluarkan
dahak.
O :
- suara ronchi +/+
pada basal paru,
wheezing (-),
sianosis (-),
orthopnea (-),
sputum (-),tekanan
darah 130/80
mmHg, suhu
tubuh 367◦C,
pernapasan 22
X/menit, nadi
110X/menit,
reguler.
A:
Masalah belum
teratasi
P :
S :
- Sesak nafas,
klien berkurang
mengatakan
mampu
mengeluarkan
dahak.
O :
- suara ronchi -/-
pada basal paru,
wheezing (-),
sianosis (-),
orthopnea (-),
sputum
(-),tekanan darah
130/80 mmHg,
suhu tubuh
367◦C,
pernapasan 22
X/menit, nadi
110X/menit,
reguler.
A:
Masalah teratasi
6
cefriaxon 1 gr
iv.
regular
Memberikan
O2 2lt/mnt.
Menyuntika
n cefriaxon 1
gr iv.
Lanjutkan
intervensi semua
P :
Hentikan
intervensi
2 Intoleransi
aktivitas releted
to penurunan
asupan nutrisi.
S :
pasien sesak
nafas, tidak
mampu
melakukan
aktivitas
sehari-hari
O :
kekuatan
otot masing2
ekstrimitas 3
tekanan
darah
120/80
mmHg,
suhu tubuh
365◦C,
pernapasan
24 X/menit,
nadi
110X/menit,
reguler.
klien mampu
mendemontrasi
kan aktivitas
dan self care.
Tanda vital
dalam batas
normal.
Keseimbangan
antara aktivitas
dan istirahat.
Kline mampu
mengidentifikas
ikan aktivitas
yang sesuai
kemampuannya.
- Kaji respon emosional,
social, dan spiritual
- Evaluasi motivasi klien
terhadap peningkatan
aktivitas.
- Tentukan penyebab
kelelahan
- Monitor respon
kadiorespiratory terhadap
aktivitas.
- Monitor intake nutrisi.
- Intruksikan teknik
relaksasi selama
aktivitas.
mengkaji respon
emosional klien.
Motivasi klien
terhadap
aktivitas baik.
Mengukur tanda
vital T : 130/90,
HR : 110/mnt
reguler, RR
22/mnt setelah
aktivitas jalan
keluar ruangan :
Intake ½
piring/makan.
Mengajarkan
nafas panjang.
Menganjurkan
makan sedikitdemi
sedikit
Menjelaskan
tentang
kegunaan
nutrisi.
mengkaji
respon
emosional
klien
Mengukur
TTV : T :
130/90, HR :
110/mnt
reguler, RR
20/mnt.
Motivasi
klien terhadap
aktivitas baik.
Mengukur
tanda vital
setelah
aktivitas jalan
keluar
ruangan :
Intake ½
piring/makan.
Mengajarkan
nafas panjang
S
pasien sesak
nafas,tidak
lelah, capek.
O :
. kekuatan otot
masing2
ekstrimitas 3.
Mengukur tanda
vital T : 120/90,
HR : 116/mnt
reguler, RR
22/mnt
A :
Masalah teratasi
sebagian
P :
Lanjutkan
intervensi
S
pasien tidak
sesak nafas,
tidak lelah,
capek, dapat
beraktivitas
sendiri
O :
Mengukur TTV
: T : 120/90,
HR : 110/mnt
reguler, RR
20/mnt.,
pernapasan
22 X/menit,
nadi 110
X/menit,
ireguler.
kekuatan otot
masing2
ekstrimitas 4.
A :
Masalah teratasi
P :
7
Hb : 10,5 Hentikan intervensi
8
9